A. Pengertian Munasabah.
Secara etimologi, kata munasabah sering digunakan dalam tiga pengertian. Kata ini digunakan dengan makna musyakalah atau muqarabah (dekat). Kata munasabah juga diartikan dengan an-nasib (kerabat atau sanak keluarga).
Pengertian munasabah secara terminologis berdasarkan beberapa ulama ialah sebagai berikut:
a. Menurut Ibn ‘Arabi munasabah ialah relasi ayat-ayat al-Qur`an antara suatu bab dengan lainnya, sehingga bagaikan satu kalimat yang maknanya serasi dan strukturnya yang rapi.
b. Menurut Az-Zarkasyi ialah merupakan perjuangan pemikiran insan untuk menggali diam-diam relasi antar ayat atau surat yang sanggup diterima akal.
B. Bentuk-Bentuk dan Contoh Munasabah.
Menurut M. Quraish Shihab, paling tidak, ada enam daerah munāsabah yang sanggup ditemukan dalam al-Qur`an, yakni pada:
1. Hubungan Kata Demi Kata dalam Satu Ayat.
Munasabah ini terjadi lantaran antara bagian-bagian al-Qur`an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya relasi di antara keduanya, bahkan tampak masingmasing ayat bangun sendiri, baik lantaran ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun lantaran yang satu bertentangan dengan yang lain. Hal tersebut gres tampak ada relasi yang ditandai dengan abjad ‘atf, sebagai contoh, terdapat dalam QS. al-Gasyiyah : 17-20:
“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? dan bumi bagaimana ia dihamparkan?.”
2. Hubungan antara Kandungan Ayat al-Qur’an dengan Fasilah (Penutup Ayat).
Dalam satu surat terdapat relasi antara awal surat dan akhirannya. Misalnya, dalam surat al-Qasas dimulai dengan cerita Nabi Musa As. dan Fir’aun serta pasukannya, sedangkan epilog surat tersebut menggambarkan pernyataan Allah Swt biar umat Islam jangan menjadi penolong bagi orang-orang kafir, alasannya ialah Allah Swt lebih mengetahui wacana hidayah.
3. Hubungan Ayat dengan Ayat Berikutnya.
Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat. Contoh dalam problem ini contohnya dalam surat al-Mu’minun, ayat 1 yang berbunyi “qad aflaḥa al-mu’minun” kemudian di bab selesai surat tersebut berbunyi “innahu la yufliḥu alkafirun”. Ayat pertama menginformasikan keberuntungan dalam orang-orang mukmin, sedangkan ayat kedua di bab selesai shalat wacana ketidakberuntungan orang-orang kafir.
Munasabah antar ayat ini juga dijumpai dalam rujukan pada QS. al-Baqarah : 45 terdapat kata al-khasyi’in yang kemudian di jelaskan pada ayat berikutnya yang memberi isu wacana maksud dari kata al-khasyi’in tersebut:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (yaitu) orangorang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
4. Hubungan Mukadimah Satu Surat dengan Surat Berikutnya.
Misalnya antara surat al-Fatiḥah dan surat al-Baqarah. Dimana dalam surat al Fatiḥah berisi tema global wacana aqidah, muamalah, kisah, janji, dan ancaman. Sedangkan dalam surat al-Baqarah menyebabkan penjelas yang lebih rinci dari isi surat al-Fatiḥah.
5. Hubungan Penutup Satu Surat dengan Mukaddimah Surat Berikutnya.
Misalnya permulaan surat Al-Hadid : 1 dengan penutupan surat Al-Waqi’ah : 96 mempunyai relevansi yang jelas, yakni keserasian dan relasi dengan tasbih
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.”
Dengan,
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Hadid :1)
6. Hubungan Kandungan Surat dengan Surat Berikutnya.
Al-Qur`an sebagai satu kesatuan yang bagian-bagian strukturnya terkait secara utuh. Pembahasan wacana munasabah antar surat dimulai dengan memposisikan surat al-Fatiḥah sebagai Ummul Kitab (induk al-Qur`an), sehingga penempatan surat tersebut sebagai surat pembuka (al-Fatiḥah) ialah sesuai dengan posisinya yang merangkum keseluruhan isi al-Qur`an Surat al-Fatiḥah menjadi ummul kitab, alasannya ialah di dalamnya terkandung problem tauhid, peringatan dan hukum-hukum, yang dari problem pokok itu berkembang sistem pedoman Islam yang tepat melalui klarifikasi ayat-ayat dalam surat-surat sehabis surat al-Fatiḥah.
Ayat 1-3 surat al-Fatiḥah mengandung isi wacana tauhid, kebanggaan hanya untuk Allah Swt lantaran Dia-lah penguasa alam semesta dan Hari Akhir, yang klarifikasi rincinya sanggup dijumpai secara tersebar di aneka macam surat al-Qur`an. Salah satunya ialah surat al Ikhlas yang dikatakan sepadan dengan sepertiga al-Qur`an
Ayat 5 surat al-Fatiḥah إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ dijelaskan secara rinci wacana apa itu jalan yang lurus, di permulaan surat al-Baqarah الٓمٓ . ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ. Atas dasar itu sanggup disimpulkan bahwa teks dalam surat al-Fatiḥah dan teks dalam surat al-Baqarah berkesesuaian (ada munasabah).
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Munasabah.
Di antara manfaat mempelajari ilmu munasabah ialah sebagai berikut:
a. Dapat berbagi anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema al Qur’an tidak mempunyai relasi antara satu bab dengan bab yang lainnya.
b. Mengetahui relasi antara bab al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
c. Dapat mengetahui ketinggian (keindahan) bahasa al-Qur’an dan konteks kalimatkalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta pembiasaan antara ayat atau surat yang satu dari yang lain.
d. Dapat membantu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sehabis diketahui relasi suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.