A. Lafal Bacaan Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 159 dan Terjemahannya.
fabimaa rahmatin mina laahi linta lahum walaw kunta fazhzhan ghaliizha lqalbi lanfadhdhuu min hawlika fa’fu ‘anhum wastaghfir lahum wasyaawirhum fii l-amri fa-idzaa ‘azamta fatawakkal ‘alaa laahi inna laaha yuhibbu lmutawakkiliin
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS.ali-Imran :159)
B. Asbabun Nuzul Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 159.
Sebab-sebab turunnya ayat 159 surat Ali-Imran ini kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abas r.a., Ibnu Abas r.a. menjelaskan sebenarnya sehabis terjadi perang Badar Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khattab r.a. untuk meminta pendapat mereka wacana para tawanan perang Badar. Abu Bakar r.a. berpendapat, mereka sebaiknya dikembalikan kepada keluarga mereka dan keluarga mereka membayar tebusan. Namun Umar bin Khatab r.a. berpendapat, mereka sebaiknya dibunuh dan yang diperintah membunuh yaitu keluarga mereka. Rasulullah saw. kesulitan dalam memutuskan, kemudian turun ayat 159 surat Ali-Imran ini sebagai sumbangan atas pendapat Abu Bakar r.a. (HR. Kalabi). (Depag,2011:Al-Quran Tafsir Perkata, hal.72)
C. Isi Kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 159.
Ayat di atas menjelaskan bahwa meskipun dalam keadaan genting, menyerupai terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam perang Uhud sehingga menjadikan kaum muslimin menderita kekalahan, tetapi Rasulullah saw. tetap lemah lembut dan tidak murka terhadap para pelanggar, bahkan memaafkan dan memohonkan ampun untuk mereka. Seandainya Rasulullah bersikap keras, tentu mereka akan menaruh benci kepada beliau. Dalam pergaulan sehari-hari, dia juga senantiasa memberi maaf terhadap orang yang berbuat salah serta memohonkan ampun kepada Allah Swt. terhadap kesalahan-kesalahan mereka.
Di samping itu, Rasulullah Saw juga senantiasa bermusyawarah dengan para sahabatnya wacana hal-hal yang penting, terutama dalam problem peperangan. Oleh lantaran itu, kaum muslimin patuh terhadap keputusanyang diperoleh tersebut, lantaran merupakan keputusan mereka bersama Rasulullah Saw. Mereka tetap berjuang dengan tekad yang bundar di jalan Allah Swt.. Keluhuran kecerdikan Rasulullah Saw inilah yang menarik simpati orang lain, tidak hanya mitra bahkan lawan pun menjadi tertarik sehingga mau masuk Islam.
Dalam ayat di atas tertera tiga sifat dan perilaku yang secara berurutan disebut dan diperintahkan untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah, yaitu lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras. Meskipun ayat tersebut berbicara dalam konteks perang uhud, tetapi esensi sifat-sifat tersebut harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap muslim, terutama saat hendak bermusyawarah.
Sedangkan perilaku yang harus diambil sehabis bermusyawarah yaitu memberi maaf kepada semua akseptor musyawarah, apapun bentuk kesalahannya. Jika semua akseptor musyawarah bersikap “memaafkan” maka yang terjadi yaitu saling memaafkan. Dengan demikian, dibutuhkan tidak ada lagi sakit hati atau dendam yang berkelanjutan di luar musyawarah, baik lantaran pendapatnya tidak diakomodasi atau lantaran karena lain.
Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang berbicara wacana nilainilai dalam demokrasi menyerupai dalam Firman Allah Swt. di dalam QS. al Isra’ :70, QS. al-Baqarah :30, QS. Al Hujurat :13, QS. asy-Syura :38 serta banyak sekali surat lain. Inti dari semua ayat tersebut membicarakan bagaimana menghargai perbedaan, kebebasan berkehendak, mengatur musyawarah dan lain sebagainya yang merupakan unsur-unsur dalam demokrasi.
Di samping ayat-ayat tersebut, banyak juga hadits Rasulullah Saw yang mengisyaratkan pentingnya demokrasi, lantaran dia dikenal sebagai pemimpin yang paling demokratis. Di antaranya yaitu hadis yang menegaskan bahwa dia yaitu orang yang paling suka bermusyawarah dalam banyak hal, menyerupai hadits berikut:
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah saw.” . (HR. at-Tirmizi).
Hadis di atas menjelaskan bahwa berdasarkan pandangan para sahabat, Rasulullah Saw yaitu orang yang paling suka bermusyawarah. Dalam banyak urusan yang penting dia senantiasa melibatkan para sahabat untuk dimintai pendapatnya, menyerupai dalam urusan seni administrasi perang. Sikap Rasulullah Saw tersebut mengatakan salah satu bentuk kebesaran jiwa dia dan kerendahan hatinya (tawadhu’), meskipun mempunyai status sosial paling tinggi dibanding seluruh umat manusia, yaitu sebagai utusan Allah Swt..
Namun demikian, kedudukannya yang begitu mulia di sisi Allah Swt. itu sama sekali tidak membuatnya merasa “paling benar” dalam urusan kemanusiaan yang terkait dengan problem ijtihadiy (dapat dipikirkan dan dimusyawarahkan lantaran bukan wahyu), padahal sanggup saja Rasulullah Saw memaksakan pendapat dia kepada para sahabat, dan sahabat tentu akan berdasarkan saja. Tetapi itulah Rasulullah Saw, insan agung yang tawadhu’ dan bijaksana.
Sikap rendah hati Rasulullah Saw hanya satu dari adat mulia lainnya, menyerupai kesabaran dan tulus untuk memberi maaf kepada semua orang yang bersalah, baik diminta atau pun tidak. Itulah Rasulullah, pola terbaik dalam berakhlak.
Dari ayat al-Qur’an dan hadits Nabi tersebut sanggup dipahami bahwa musyawarah termasuk salah satu kebiasaan orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang memang perlu dimusyawarahkan, misalnya: Hal yang sangat penting, sesuatu yang ada hubungannya dengan orang banyak/ masyarakat, pengambilan keputusan dan lain-lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, musyawarah menjadi sangat penting karena:
a. Permasalahan yang sulit menjadi gampang sehabis dipecahkan oleh orang banyak lebih-lebih jikalau yang membahas orang yang ahli.
b. Akan terjadi kesepahaman dalam bertindak.
c. Menghindari prasangka yang negatif, terutama problem yang ada hubungannya dengan orang banyak
d. Melatih diri mendapatkan saran dan kritik dari orang lain
e. Berlatih menghargai pendapat orang lain.