Bacaan Teks dan Arti Al-Qur’an Surat Ali Imran : 103
“dan berpeganglah kau semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kau bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu dikala kau dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, kemudian menjadilah kau lantaran nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kau telah berada di tepi jurang neraka, kemudian Allah menyelamatkan kau dari padanya. Demikianlah Allah mengambarkan ayat-ayat-Nya kepadamu, semoga kau menerima petunjuk.” (QS. Ali Imran : 103)
Mufradat dari Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 103.
1. Kata جَمِيعًا /jami’an/semua dan firman-Nya وَلَا تَفَرَّقُوا /wa la tafarraqu/ janganlah bercerai berai. Kata اعْتَصِمُوا /i’tashimu terambil dari kata عْصِمُ /ashama, yang bermakna menghalangi. Penggalan ayat ini mengandung perintah untuk berpegang kepada tali Allah yang berfungsi menghalangi seseorang terjatuh.
2. Kata حَبْلِ /habl yang berarti tali, ialah apa yang dipakai mengikat sesuatu guna mengangkatnya ke atas atau menurukannya ke bahwa semoga sesuatu itu tidak terlepas atau terjatuh. Memang, setiap orang yang berjalan pada jalang yang sulit, khawatir tergelincir jatuh, tetapi bila ia berpegang pada tali yang terulur pada kedua ujung jalan yang dilaluinya, maka ia akan merasa kondusif untuk tidak terjatuh, apalagi bila tali tersebut besar lengan berkuasa dan cara memegangnya pun kuat. Yang menentukan tali yang rapuh, atau tidak berpegang teguh – walau talinya besar lengan berkuasa – kemungkinan besar akan tergelincir sebagaimana dialami oleh banyak orang. Tali yang dimaksud oleh ayat ini ialah aliran agama, atau Al-Qur’an. Rasul Saw. melukiskan Al-Qur’an dengan sabdanya : huwa habl Allah al-matin/ Dia ialah tali Allah Swt yang kukuh.
Firman-Nya : fa allafa baina qulubikum, yakni mengharmoniskan atau mempersatukan hati kau memperlihatkan betapa besar lengan berkuasa jalinan kasih sayang dan persatuan mereka, lantaran yang diharmoniskan Allah bukan hanya langkah-langkah mereka tetapi hati mereka. Kalau hati telah menyatu, maka segala sesuatu menjadi ringan dipikul dan segala kesalah pahaman, bila seandainya muncul maka akan gampang diselesaikan. Memang, yang penting ialah kesatuan hati umat bukan kesatuan organisasi atau kegiatannya.
3. Kata إِخْوَانًا /ikhwanan ialah bentuk jamak dari kata أخ /akhun yang biasa diterjemahkan saudara. Makna asalnya ialah sama. Karena itu Al-Qur`an menamai orang-orang yang boros إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ikhwan asy-syayathin (QS. Al-Isra’ : 27) dalam arti mempunyai sifat yang sama dengan sifat-sifat setan. Mereka yang dipersatukan hatinya oleh Allah itu, merada dirinya sama dengan yang lain. yang ringan sama mereka jinjing, dan yang berat mereka pikul bersama. Sakit saudaranya sama-sama mereka rasakan dan kegembiraannya pun mereka nikmati bersama.
Memahami Isi Kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imran : 103.
Dapat juga dikatakan ayat ini berpesan kepada kaum muslimin secara kolektif bersama-sama. Pesan dimaksud ialah Berpegang teguhlah, yakni upayakan sekuat tenaga untuk mengaitkan diri satu dengan yang lain dengan tuntunan Allah Swt sambil menegakkan disiplin kau semua tanpa terkecuali. Sehingga kalau ada yang lupa ingatkan dia, ata ada yang tergelincir, bantu ia bangun semoga semua sanggup bergantung kepada tali agama Allah Swt. Kalau kau lengah atau ada salah seorang yang menyimpang, maka keseimbangan akan kacau dan disiplin akan rusak, lantaran itu bersatu padulah, dan janganlah kau bercerai-berai dan ingatlah nikmat Allah Swt kepadamu.
Bandingkanlah keadaan kau semenjak datangnya Islam dengan dikala kau dahulu pada masa jahiliyah bermusuh-musuhan, yang ditandai oleh peperangan yang berlanjut sekian usang generasi demi generasi maka Allah Swt mempersatukan hati kau pada satu jalan dan arah yang sama, kemudian menjadilah kamu, lantaran nikmat Allah Swt yaitu dengan agama Islam, orang-orang yang bersaudara; sehingga sekarang tidak ada lagi bekas luka di hati kau masing-masing.
Penyebutan nikmat ini merupakan argumentasi keharusan memelihara persatuan dan kesatuan yang menurut pengalaman mereka. Itulah nikmat duniawi yang kau peroleh dan yang telah kau alami, dan di alam abadi nanti kau akan memperoleh nikmat juga, lantaran dikala kau bermusuh-musuhan bekerjsama kau telah berada di tepi jurang api (neraka), lantaran kau hidup tanpa bimbingan wahyu, kemudian dengan kedatangan Islam Allah Swt menyelamatkan kau darinya, yakni dari keterjerumusan atau tepi atau dari neraka itu. Demikianlah, yakni menyerupai penjelasan-penjelasan di atas Allah Swt terus-menerus menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kau supaya kau menerima petunjuk secara terus-menerus pula. Memang petunjuk Allah Swt tidak ada batasnya. “Allah akan menambah petunjuk-Nya bagi orang-orang yang telah memperoleh petunjuk” (QS. Maryam : 76).
Atas dasar ini sanggup dikatakan bahwa keberagamaan yang dituntutnya ialah yang didasarkan pada pemahaman dan kejelasan argumentasi, walau harus pula dinyatakan bahwa bila seseorang tidak mengetahui dalil atau alasan sesuatu yang diperintahkan-Nya maka itu bukan berarti ia tidak dituntut untuk melaksanakannya. Ini lantaran semenjak semula telah dinyatakan bahwa agama ialah penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah Swt., dan bahwa alam raya dan segala isinya ialah miliki-Nya semata, dan semenjak semula agama ini menuntut adanya iman, sedang kepercayaan bukan lahir melalui pengembangan kebijaksanaan atau akal, tetapi melalui penyucian hati atau kalbu. Melalu kalbu kepercayaam lahir dan dibina, dan melalu akal, kepercayaan yang telah ada benihnya itu diasah dan diasuh, sehingga semakin kokoh.
Karena itu, Al-Qur`an dalam dakwahnya memperlihatkan perhatian sangat besar terhadap kebijaksanaan yang merupakan alat penyerap dan pemahaman aliran serta kalbu yang menjadi wadah dan pemicu lahirnya kepercayaan dan tekad pengamalan. Karena itu pula, Al-Qur`an meyakinkan target dakwah perihal kebenaran ajarannya dengan argumentasi-argumentasi rasional, disertai dengan sentuhansentuhan emosional. Dan hampir selalu hal ini dikaitkan dengan dunia empiris (nyata).