Mengapa Surat Yasin Disebut Jantung Al Quran?
05/11/2025Kumpulan Hadits Menjelaskan Batasan Membicarakan Aib Orang
07/11/2025Penerbit Alquran – Hadits Tentang Kekuatan Syukur seringkali menjadi pengingat yang kita lupakan saat sedang merasa rezeki seret. Kita sibuk mencari kesalahan di luar, mengevaluasi usaha kita yang terasa kurang, atau membandingkan diri dengan pencapaian orang lain. Tanpa sadar, kita terjebak dalam pola pikir “kurang” yang justru semakin menjauhkan kita dari keberkahan.
Padahal, Islam telah memberikan satu kunci rahasia yang sering kita sepelekan, sebuah “magnet” yang justru menarik rezeki agar lebih dekat. Kunci itu adalah Syukur.
Syukur mengubah fokus kita dari apa yang belum kita miliki menjadi apa yang sudah kita genggam. Dan dari situlah, Allah berjanji akan menambahkannya. Fondasi utamanya ada dalam Al-Quran (Q.S. Ibrahim: 7), “…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu…”
Baca Juga Artikel: Mengapa Surat Yasin Disebut Jantung Al Quran?
5 Hadits Tentang Kekuatan Syukur yang Perlu Kita Renungi
Untuk memperkuat keyakinan kita, mari kita renungi 5 hadits Nabi Muhammad SAW tentang betapa dahsyatnya kekuatan syukur.
1. Hadits “Melihat ke Bawah” (Obat Penyakit ‘Merasa Kurang’)
Inilah hadis yang menjadi terapi praktis untuk penyakit “rumput tetangga lebih hijau”.
“Lihatlah orang yang (keadaannya) berada di bawah kalian, dan janganlah kalian melihat orang yang (keadaannya) berada di atas kalian. Sesungguhnya hal itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kalian.” (HR. Muslim)
Makna Hadits: Saat kita merasa rezeki seret, seringkali itu karena kita membandingkan mobil kita dengan mobil tetangga yang lebih mewah, bukan membandingkan dengan mereka yang berjalan kaki. Hadis ini adalah perintah tegas untuk mengubah perspektif. Dengan melihat ke bawah, kita akan dipaksa untuk sadar betapa banyaknya nikmat yang kita miliki, dan dari situlah “Alhamdulillah” akan terasa lebih tulus.
2. Hadits “Rasa Cukup adalah Kekayaan Sejati”
Hadits ini mendefinisikan ulang makna “rezeki”. Rezeki bukan hanya soal uang di rekening, tapi rasa aman dan kesehatan.
“Barangsiapa di antara kalian yang bangun di pagi hari dalam keadaan aman di rumahnya (atau di lingkungannya), sehat badannya, dan ia memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seakan-akan telah dikumpulkan untuknya dunia seisinya.” (HR. Tirmidzi)
Makna Hadits: Betapa sering kita mengeluh “rezeki seret” padahal kita bisa bangun pagi dengan tubuh sehat, di rumah yang aman, dan masih ada beras untuk dimasak. Hadis ini menampar kita untuk bersyukur atas tiga nikmat dasar (aman, sehat, cukup makan) yang nilainya setara dengan memiliki dunia.
3. Hadits “Berterima Kasih kepada Manusia”
Syukur bukan hanya urusan vertikal (kepada Allah), tapi juga horizontal (kepada sesama manusia).
“Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah, siapa yang tidak tahu berterima kasih kepada manusia.” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)
Makna Hadits: Ini adalah cerminan. Bagaimana mungkin lisan kita fasih bersyukur kepada Allah jika untuk sekadar mengucapkan “terima kasih” atas bantuan kecil dari pasangan, teman, atau bahkan pelayan toko saja kita enggan? Bersyukur kepada manusia adalah latihan untuk melembutkan hati agar lebih mudah bersyukur kepada Sang Pencipta.
4. Hadits “Meraih Ridha Allah Hanya dengan Makan”
Syukur tidak perlu menunggu momen besar. Syukur atas hal-hal kecil justru bisa mendatangkan hal besar: Ridha Allah.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat ridha terhadap hamba-Nya yang mengucapkan ‘Alhamdulillah’ sesudah makan dan sesudah minum.” (HR. Muslim)
Makna Hadits: Mendapatkan Ridha Allah adalah puncak dari segalanya. Jika Allah sudah ridha, apalah artinya sekadar rezeki? Pasti akan Dia cukupkan. Hadis ini mengajarkan bahwa untuk mendapatkan ridha-Nya, kita hanya perlu mensyukuri hal paling mendasar: sesuap nasi dan seteguk air.
5. Hadits “Satu Kalimat yang Memenuhi Timbangan”
Kita sering mengira syukur adalah hal ringan. Hadis ini menunjukkan betapa “berat” dan berharganya nilai syukur di sisi Allah.
“…Dan (ucapan) ‘Alhamdulillah’ itu memenuhi timbangan (kebaikan)…” (HR. Muslim)
Makna Hadist: Ucapan “Alhamdulillah” yang tulus dari hati memiliki bobot pahala yang sangat besar. Ia bukan sekadar kata, tapi sebuah pengakuan yang memenuhi timbangan amal kita. Jika timbangan amal kita berat karena syukur, bagaimana mungkin Allah membiarkan kita dalam kesempitan?
Kesimpulan
Merasa rezeki seret adalah sinyal, tapi mungkin bukan sinyal untuk “bekerja lebih keras”, melainkan sinyal untuk “bersyukur lebih tulus”. Cobalah untuk mengubah setiap keluhan yang ingin keluar dari lisan kita menjadi ucapan “Alhamdulillah ‘ala kulli haal” (Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan).
Latihlah hati kita untuk “melihat ke bawah” agar kita sadar betapa kayanya kita. Karena seringkali, rezeki itu tidak seret, hanya saja rasa syukur kita yang terlalu sempit.
Baca Juga Artikel: 5 Alasan Harus Memiliki Buku Riyadhus Shalihin
Ingin Panduan Lengkap untuk Memperbaiki Diri?
Lima hadis di atas baru sebagian kecil dari lautan ilmu Rasulullah SAW untuk memperbaiki akhlak dan hati kita. Jika Anda bertanya, “Di mana saya bisa menemukan semua panduan ini secara lengkap dan sistematis?”
Jawabannya ada di kitab mahakarya Imam Nawawi:

Riyadhus Shalihin (Taman Orang-Orang Shalih)
- Penulis: Imam Nawawi
- Harga: Rp 160.000
- Ukuran: XXI+605 hlm (20,5×27,5)
Imam Nawawi secara jenius mendedikasikan bab-bab khusus untuk setiap permasalahan hati kita. Anda akan menemukan “Bab Syukur” secara lengkap, berdampingan dengan “Bab Sabar”, “Bab Tawakal”, “Bab Taubat”, dan ratusan tema perbaikan diri lainnya.
Buku ini bukan sekadar buku hadis. Ia adalah “peta jalan” sistematis yang diakui ulama dari generasi ke generasi untuk menuntun sebuah keluarga menuju surga.

