Merasa Rezeki Seret? 5 Hadits Tentang Kekuatan Syukur
06/11/2025Sosok Ulama Jenius di Balik Mahakarya Riyadhus Shalihin
11/11/2025Penerbit Alquran – Kumpulan Hadits Menjelaskan Batasan Membicarakan Aib Orang menjadi salah satu pencarian yang sangat penting di zaman ini. Di era di mana “berbagi info”, “curhat”, dan “mengungkap fakta” menjadi hal yang lumrah, lisan (dan ketikan jari) kita berada di tepian jurang yang sangat berbahaya.
Banyak dari kita berlindung di balik kalimat, “Tapi ini kan fakta, bukan fitnah.”
Baca Juga Artikel: Mengapa Surat Yasin Disebut Jantung Al Quran?
Kumpulan Hadits Menjelaskan Batasan Membicarakan Aib Orang
Kita mengira, selama yang kita bicarakan adalah kebenaran, kita aman dari dosa. Padahal, di sinilah letak kesalahpahaman terbesarnya. Islam, melalui lisan Rasulullah SAW, telah menetapkan batasan yang sangat tegas mengenai apa yang boleh dan tidak boleh kita bicarakan tentang orang lain.
Mari kita bedah hadis-hadis kunci yang menjadi fondasi batasan tersebut.
1. Perbedaan Ghibah (Fakta) dan Buhtan (Dusta)
Hadis ini adalah fondasi utamanya. Inilah yang menjawab kebingungan antara “fakta” dan “ghibah”. Suatu hari, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya:
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”
Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda: “Engkau menyebutkan perihal saudaramu yang tidak ia sukai.”
Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana pendapatmu jika yang aku katakan itu benar (fakta) ada padanya?”
Beliau menjawab, “Jika yang kau katakan itu benar ada padanya, maka engkau telah berbuat ghibah. Dan jika yang kau katakan itu tidak benar (dusta), maka engkau telah berbuat buhtan (fitnah).” (HR. Muslim)
Penjelasan Batasan: Hadis ini sangat jelas. Batasan pertama adalah: Ghibah adalah membicarakan FAKTA keburukan/aib seseorang yang ia TIDAK SUKA jika dibicarakan. Dosa ghibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudara sendiri (Q.S. Al-Hujurat: 12).
2. Binasanya Amal Akibat Lisan
Mengapa batasannya begitu ketat? Karena konsekuensinya sangat mengerikan. Lisan adalah penyebab utama kebinasaan di akhirat.
Dalam sebuah hadis panjang, Mu’adz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah, “Apakah kita akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?” Maka Nabi SAW menjawab:
“…Bukankah manusia itu disungkurkan ke dalam neraka di atas wajah mereka, tidak lain adalah karena hasil dari lisan-lisan mereka?” (HR. Tirmidzi)
Penjelasan Batasan: Hadis ini menunjukkan bahwa dosa lisan bukanlah dosa kecil yang sepele. Ia adalah “biang kerok” yang bisa menghanguskan pahala dan menjerumuskan ke neraka. Ini menjadi alasan mengapa batasannya sangat ketat.
3. Kapan Batasan Boleh Dilanggar?
Nah, di sinilah letak “Batasan” yang sesungguhnya. Apakah membicarakan aib orang selamanya haram? Tidak juga.
Para ulama, termasuk Imam Nawawi (penulis Riyadhus Shalihin), menjelaskan bahwa ada kondisi-kondisi tertentu di mana ghibah (membicarakan keburukan faktual) DIPERBOLEHKAN karena ada maslahat (kebaikan) yang lebih besar dan dibenarkan syariat.
Hadis yang menjadi rujukan adalah kisah Hindun binti ‘Utbah (istri Abu Sufyan) yang datang kepada Nabi:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah pria yang sangat pelit. Ia tidak memberiku nafkah yang cukup untukku dan anakku, kecuali aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.”
Rasulullah SAW bersabda: “Ambillah apa yang cukup untukmu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf (wajar).” (HR. Bukhari)
Penjelasan Batasan: Dalam hadis ini, Hindun baru saja “meng-ghibah-kan” suaminya (mengeluh bahwa suaminya pelit) di depan Nabi. Namun, Nabi tidak melarangnya. Mengapa? Karena niat Hindun adalah untuk meminta fatwa/hukum, bukan untuk menjelek-jelekkan.
Dari sini, ulama merumuskan beberapa pengecualian di mana batasan “ghibah” boleh dilanggar, di antaranya:
- Mengadukan Kezaliman: Melapor kepada pihak berwenang (hakim, polisi) tentang kezaliman seseorang.
- Meminta Fatwa: Seperti yang dilakukan Hindun di atas.
- Meminta Bantuan Mengubah Kemungkaran.
- Memperingatkan Muslim Lain: Misal, memberi tahu bahwa “Si Fulan penipu” agar orang lain tidak tertipu (bukan untuk iseng).
- Orang yang Terang-terangan Berbuat Maksiat: Membicarakan kemaksiatan yang ia banggakan.
Baca Juga Artikel: 5 Alasan Harus Memiliki Buku Riyadhus Shalihin
Ingin Memahami Batasan Ini Secara Lengkap?
Garis antara ghibah yang haram dan “ghibah yang dibolehkan” sangatlah tipis. Salah niat sedikit saja, kita bisa terjerumus dalam dosa besar yang kita anggap biasa.
Kita butuh panduan yang jelas, sistematis, dan langsung dari pakarnya. Siapa pakar yang paling detail merumuskan “batasan ghibah” ini? Dialah Imam Nawawi.
Dalam kitab mahakarya beliau, Riyadhus Shalihin, beliau tidak hanya mencantumkan hadis-hadis di atas, tetapi juga membuat bab-bab khusus yang sangat relevan:
- Bab Menjaga Lisan
- Bab Larangan Ghibah dan Perintah Menjaga Lisan
- Bab Haramnya Namimah (Adu Domba)
- Bab Penjelasan Kapan Ghibah Diperbolehkan
Ya, Imam Nawawi membuat bab khusus untuk menjelaskan 6 kondisi di mana kita boleh membicarakan keburukan orang lain. Ini adalah ilmu yang wajib kita miliki agar lisan kita selamat.
Riyadhus Shalihin (Taman Orang-Orang Shalih)

- Penulis: Imam Nawawi
- Harga: Rp 160.000
- Ukuran: XXI+605 hlm (20,5×27,5)
Jangan biarkan lisan dan ketikan jari Anda menghanguskan pahala Anda. Buku ini adalah “peta jalan” terlengkap yang diakui ulama dari generasi ke generasi untuk membimbing kita di jalan keshalihan.

Rekomendasi: Jasa Pendirian PT Bandung
