Mujahadatunnafs. Secara bahasa mujahadah artinya bersungguh-sungguh, sedangkan an-nafs artinya jiwa, nafsu, diri. Kaprikornus mujahadatun-nafs artinya usaha sungguh-sungguh melawan hawa nafsu atau bersungguh-sungguh menghindari perbuatan yang melanggar hukum-hukum Allah Swt. Dalam bahasa Indonesia mujahadatun-nafs disebut dengan kontrol diri. Kontrol diri merupakan salah satu sikap terpuji yang harus dimiliki setiap muslim.
A. Lafal Bacaan Al-Qur’an Surat Al-Anfal Ayat 72 dan Artinya.
Inna ladziina aamanuu wahaajaruu wajaahaduu bi-amwaalihim wa-anfusihim fii sabiili laahi walladziina aawaw wanasharuu ulaa-ika ba’dhuhum awliyaau ba’dhin walladziina aamanuu walam yuhaajiruu maa lakum min walaayatihim min syay-in hattaa yuhaajiruu wa-ini istansharuukum fii ddiini fa’alaykumu nnashru illaa ‘alaa qawmin baynakum wabaynahum miitsaaqun walaahu bimaa ta’maluuna bashiir
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memperlihatkan daerah kediaman dan memberi dukungan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, hingga mereka berhijrah. (Tetapi) kalau mereka meminta dukungan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kau wajib memperlihatkan dukungan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kau dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kau kerjakan.” (QS. al-Anfal : 72).
B. Isi Kandungan Al-Qur’an Surat Al-Anfal Ayat 72 Tentang Mujahadatun-nafs (Kontrol Diri).
Dalam bencana hijrahnya Nabi bersama sahabat ke Madinah, terdapat tiga golongan;
Pertama ialah kaum Muhajirin yaitu orang-orang yang berhijrah bersama Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke Madinah. Mereka mengalami kekerasan, penyiksaan dan kekejaman yang dilakukan oleh kaum kafir tetapi mereka tetap sabar dan tetap dalam iman.
Kedua ialah kaum Ansar yaitu orang-orang Madinah yang beriman kepada Allah Swt, berjanji kepada Nabi Muhammad Saw dan kaum Muhajirin untuk bahu-membahu berjuang di jalan Allah Swt. Mereka bersedia menolong dan berkorban dengan harta dan jiwanya demi keberhasilan usaha Islam. Allah Swt memperlihatkan dua sebutan mulia kepada mereka sebagai “pemberi daerah kediaman” dan “penolong dan pembantu”.
Ketiga ialah kaum yang tidak termasuk dalam keduanya, mereka tetap tinggal di Mekah yang dikuasai oleh kaum kafir. Mereka tidak sanggup disamakan dengan kaum Muhajirin dan kaum Ansar alasannya mereka tidak berada dalam lingkungan masyarakat Islam, tetapi hidup di lingkungan orang-orang kafir. Oleh alasannya itu, relasi antara mereka dengan kaum muslimin di Madinah tidak sanggup disamakan dengan relasi antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar dalam masyarakat Islam. Hubungan antara sesama mukmin di Madinah sangat erat bahkan ibarat saudara satu keturunan yang tidak lagi membedakan hak dan kewajiban. Hubungan antara mereka dengan mukmin di Madinah hanya diikat atas dasar keimanan saja.
Kaum Muhajirin dan kaum Ansar telah memperlihatkan referensi dalam mujahadatunnafs.Dalam bahasa Indonesia mujahadatun-nafs disebut dengan kontrol diri.
Menurut Al-Qur’an nafsu dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. An-nafsul-ammarah, yaitu nafsu yang mendorong insan kepada keburukan sebagaimana yang dinyatakan dalam QS. Yusuf : 53
2. An-nafsul-lawwamah, yaitu nafsu yang meratapi setiap perbuatan jelek sebagaimana dinyatakan dalam QS. al-Qiyamah : 2
3. An-nafsul-muṭmainnah, yaitu nafsu yang hening sebagaiman dinyatakan dalam QS. al-Fajr : 27-30.
Dari ketiga nafsu yang disebutkan al-Qur’an tersebut, sanggup diketahui bahwa an-nafsul-ammarah mendorong insan untuk berbuat maksiat. Kemaksiatan akan menjauhkan kita dari rahmat Allah Swt serta akan menjadikan kegelisahan dalam hati. Oleh kesudahannya Islam mengajarkan mujahadatun-nafs supaya hidup kita senang dunia dan akhirat.
Hawa nafsu mempunyai kecenderungan untuk mencari aneka macam macam kesenangan dengan tidak mempedulikan aturan agama. Jika kita menuruti hawa nafsu maka sesungguhnya hati kita telah tertawan dan diperbudak oleh hawa nafsu itu. Nabi Muhammad Saw menyebut jihad melawan hawa nafsu sebagai jihad besar (jihadul-akbar), sedangkan jihad berperang di medan peperangansebagai jihad kecil (jihadul-asgar). Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan jihad melawan nafsu berarti jihad melawan hal-hal yang menyenangkan, digemari, dan disukai. Sedangkan jihad berperang di medan peperangan ialah jihad melawan musuh yang kita benci. Bukankah menghindari sesuatu yang kita senangi jauh lebih berat daripada menghindari sesuatu yang kita benci? Perhatikan hadis berikut ini :
Dari Abu Hurairah ra, sebetulnya Rasulullah Saw bersabda: “Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang nirwana dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu)” (HR. al-Bukhari).
Pertama ialah dengan memusuhi hawa nafsu. Tanamkan dalam hati bahwa hawa nafsu harus diperangi dan dilawan.
Kedua, renungkan efek negatif dari sikap maksiat, dan renungkan akhir positif berinfak shaleh. Setiap perbuatan dosa dan maksiat akan berakibat jelek bagi diri sendiri, contohnya hati gelisah, hidup tidak tenang, dan merasa jauh dari Allah Swt . Sebaliknya, amal saleh akan berakibat positif bagi dirinya, contohnya hidup tenang, optimis, merasa akrab dengan Allah Swt.
Ketiga, memperbanyak dan melanggengkan dzikir kepada Allah Swt (zikrullah).