A. Lafal Al-Qur’an Surat az- Zukhruf ayat 9 Sampai 13 dan Terjemahan.
“Dan sungguh bila kau tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang membuat langit dan bumi?”, pasti mereka akan menjawab: “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (QS. az- Zukhruf : 9).
“Yang mengakibatkan bumi untuk kau sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kau supaya kau menerima petunjuk.” (QS. az-Zukhruf :10).
“Dan yang menurunkan air dari langit berdasarkan kadar (yang diperlukan) kemudian Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, menyerupai itulah kau akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. az-Zukhruf : 11).
“Dan yang membuat semua yang berpasang-pasangan dan mengakibatkan untukmu kapal dan hewan ternak yang kau tunggangi.” (QS. az-Zukhruf : 12).
“Supaya kau duduk di atas punggungnya kemudian kau ingat ni’mat Tuhanmu apabila kau telah duduk di atasnya; dan supaya kau mengucapkan: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak bisa menguasainya” (QS. az- Zukhruf : 13).
B. Isi Kandungan Al-Qur’an Surat az- Zukhruf Ayat 9 – 13.
Semua sumber daya alam yang ada merupakan rezeki dan nikmat dari Allah Swt yang tak terhitung nilainya dan dikaruniakan Allah Swt kepada manusia, oleh alasannya itu insan seharusnya pandai-pandai mensyukurinya dan salah satu bentuk mensyukuri nikmat Allah Swt yaitu dengan beribadah kepada-Nya, memelihara Alam dan tidak merusaknya.
– Pada ayat 9 Allah Swt membuktikan kepada nabi bahwa bila orang-orang musyrik ditanya, siapakah yang mengakibatkan langit dan bumi? Mereka pasti akan menjawab: Allah Swt lah yang membuat langit dan bumi, mereka sebetulnya mengakui Allah Swt, tetapi alasannya sombong, hasud dan dengki mereka tetap musyrik kepada Allah Swt.
Kalau ayat 9 Allah Swt menyebut secara umum penciptaan-Nya yaitu langit dan bumi.
– Pada ayat 10 Allah Swt merinci sebagian dari kehebatan ciptaan-Nya itu sambil mengarahkan pembicaraan secara eksklusif kepada manusia, khususnya mereka yang mengingkari-Nya. Firman Allah Swt: Dialah yang membuat bumi itu dan mengakibatkan untuk kamu, bumi sebagai tempat yang mantap dan nyaman, tidak goyang atau oleng, semoga kau sanggup tinggal menetap, dengan aneka fasilitas yang sanggup mengantar kepada kenyamanan hidup kamu, dan Dia mengakibatkan untuk kau yakni membuat dan menganugerahkan kau potensi untuk membuat jalan-jalan di bumi ini supaya kau mengetahui arah dan menerima petunjuk menuju arah yang kau kehendaki, baik untuk kepentingan hidup, ekonomi, dan perdagangan. Sejalan dengan ayat ini Allah Swt berfirman dalam surah an-Naba’ ayat 6 dan al-Anbiya ‘ ayat 31 sebagai berikut :
“Bukankah Kami telah mengakibatkan bumi itu sebagai hamparan?” (QS. an- Naba’ : 6)
Kata ( مهدا ) mahd atau ( مهاد ) mihād pada mulanya berarti sesuatu yang dihamparkan. Penghamparan bumi tidaklah bertentangan dengan sifatnya yang lingkaran lonjong. Apalagi di sini yang ingin ditekankan bukan perihal penciptaannya, tetapi manfaat yang sanggup ditarik darinya. Di sisi lain, ke manapun kaki melangkah atau mata memandang, seseorang akan mendapati bumi ini datar atau gampang untuk dilalui.
Dengan demikian apa yang tersurat ayat di atas sanggup dipakai sebagai bukti perihal keesaan dan kekuasaan Allah Swt dalam melimpahkan nikmat kepada manusia.
– Pada ayat 11 Allah Swt Yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui itu yang menurunkan secara berangsur dan bertahap air hujan dari langit berdasarkan kadar yang diharapkan untuk minuman kau dan hewan sertapengairan tumbuh-tumbuhan, kemudian Kami hidupkan dengannya yakni dengan air itu negeri (daerah) tandus yang mati yang sebelumnya tidak ditumbuhi pepohonan, menyerupai itulah Allah Swt kuasa menghidupkan sesuatu yang mati dan mengeluarkan kau dari dalam kubur dengan amat mudah.
Air hujan terjadi alasannya tidak samanya tekanan udara di permukaan bumi akhir adanya gunung-gunung. Hal ini mengakibatkan aliran udara berupa tiupan angin membawa kabut gas (awan) ke tempat-tempat yang tekanan udaranya lebih rendah. Kumpulan awan akan terus memadat dan suatu dikala mengalami kondensasi (pengembunan) dan balasannya bila mencapai titik jenuh maka menjadi apa yang disebut dengan hujan. Turunnya hujan ke permukaan bumi berlangsung jutaan tahun dan terbentuklah sungai-sungai, danau-danau dan lautan yang merupakan reservoir air. Disamping unsur-unsur gas yang mencair menjadi air hujan, terkikis atau terlarut pula garam-garam dan mineral bersama air hujan, dan balasannya terkumpul di lautan. Gas yang terlarut dalam air di bahari antara lain CH4, NH3, CO2, dan HCN serta ditambah dengan garam-garam tanah dan mineral yang konsentrasinya makin meningkat dalam air laut.
Air bahari yang mengandung bahan-bahan kimia dalam konsentrasi tinggi itu terjadi reaksi-reaksi kimia membentuk banyak sekali senyawa antara lain, karbonat, asam amino, asam lemak, gliserin, basa nitrogen (purin dan pirimidin) adenosine posfat polisakaraida, lemak dan asam nukleat. Air yang mengandung senyawa tersebut ternyata dibutuhkan oleh tumbuhan. Pembentukan senyawa-senyawa tersebut berlangsung sesuai dengan aturan alam atau sunnatullah.
– Pada ayat 12 dan 13 masih merupakan lanjutan dari bukti-bukti kekuasaan Allah Swt. Pada ayat tersebut diuraikan penciptaan segala macam pasangan. Ayat ini seperti menyatakan: Allah Swt juga yang membuat makhluk semuanya berpasangpasangan. Tidak ada ciptaan-Nya yang tidak berpasang-pasangan. Itu alasannya semua terdapat kekurangan dan hanya sanggup mencapai kesempurnaan bila menemukan pasangannya. Hanya Allah Swt sang Pencipta itu Yang Maha Esa tanpa pasangan. Allah Swt menundukkan untuk kau semua kapal di lautan dan semua hewan ternak yang kau kendarai dan nikmati di daratan. Itu dilakukan-Nya supaya kau selalu sanggup mengendarai dan duduk di atas punggung-punggungnya dengan damai dan mantap, kemudian kau mengingat dengan daypikir dan hati nurani kau atas nikmat Tuhan, zat yang menundukan kendaraan itu dan Pemelihara kamu, apabila kau telah mantap berada diatasnya; dan supaya kau mengucapkan dengan pengecap kau – sehingga bergabung hati, pikiran dan pengecap memuji kepada-Nya, sebagai legalisasi atas kelemahan kau mengendalikan dan menguasainya, dengan menyatakan: Maha Suci Tuhan Pemelihara kami yang telah menundukkan bagi kami semua ini, padahal kami sebelumnya yakni sebelum Allah menganugerahkan potensi kepada kami untuk menundukkannya bukanlah orang-orang bisa menguasaiNya, dan sesungguhnya kami kepada Tuhan kami Yang Maha Esa saja – tidak kepada selain-Nya – kami yaitu orang-orang yang sudah pasti akan kembali kepada Allah sang Pencipta. Dan sesudah simpulan hidup kami semua akan dibangkitkan dan mempertanggung jawabkan semua amal kami.
Yang dimaksud dengan “berpasangan” bukan saja jenis kelamin makhluk hidup, tetapi sanggup meliputi benda-benda tak bernyawa. Dari segi bahasa kata ( أزواج ) “azwāj” yaitu bentuk jamak dari kata ( زوج)” zauj” yakni pasangan. Kata ini – berdasarkan pakar bahasa al-Qur’an, ar-Ragib al-As fahanı–digunakan untuk masingmasing dari dua hal yang berdampingan atau bersamaan, baik jantan maupun betina, hewan (termasuk hewan bakir yakni manusia) dan juga dipakai menunjuk kedua yang berpasangan itu. Dia juga dipakai menunjuk hal yang sama bagi selain hewan menyerupai bantalan kaki. Selanjutnya ar-Ragib al-As fahanı menegaskan bahwa keberpasangan tersebut bisa akhir kesamaan dan bisa juga alasannya bertolak belakang. Ayat-ayat al-Qur’an pun memakai kata tersebut dalam pengertian umum, bukan hanya untuk makhluk hidup. Allah Swt berfirman:
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kau mengingat (kebesaran Allah)” (QS. az-Zariyat : 49).
Dari sini terdapat malam dan siang, ada bahagia dan susah, ada atas dan bawah dan demikian seterusnya. Semua – selama beliau makhluk – mempunyai pasangan. Hanya sang Khalik, Allah Swt yang tidak ada pasangan-Nya, tidak ada pula sama-Nya. Dari segi ilmiah terbukti bahwa listrik pun berpasangan, ada arus positif dan ada juga arus negatif. Demikian juga atom, yang tadinya diduga merupakan wujud yang terkecil dan tidak sanggup terbagi, ternyata ia pun berpasangan, yakni terdiri dari elektron dan proton.
Yang dimaksud dengan menyebut-nyebut atau mengingat nikmat Tuhanmu apabila kau yang menumpang telah meminta berada diatasnya, baik kapal atau hewan itu yaitu nikmat-nikmat-Nya yang mengantar mereka melalui kendaraan itu mencapai arah yang dituju, atau mengangkut barang-barang mereka dan lain-lain. Penyebut nikmat-nikmat itu, mengundang ucapan al-Hamdulillah dan penggunanya sesuai petunjuk Allah Swt. Karena itu dikala mengendarai, ayat tersebut mengajarkan ucapan penyucian Allah dari segala kekurangan yakni dengan bertasbih menyatakan:
Demikian ayat di atas mengajarkan penggabungan antara tasbih dan tahmid. Kata (سخر ) sakhkhara berarti menundukkan. Penundukkan hewan terealisasi dengan penciptaan Allah Swt dalam kondisi yang menjadikannya sanggup dijinakkan dan dilatih serta memahami maksud insan ketika menggunakannya. Sedang penundukan laut, antara lain dengan membuat hukum-hukum alam yang berkaitan dengan laut, dan sungai, angin serta pengilhaman insan untuk menentukan bahanbahan dan cara-cara pembuatan kapal.
Ucapan yang diajarkan ayat di atas merupakan salah satu bukti betapa Islam mengajarkan perlunya menyadari kedudukan insan sebagai khalifah di bumi. Seorang khalifah dituntut mengelola bumi dengan segala isinya dengan cara memperlakukannya sebagai “sahabat”, bukan penakluk. Manusia – menyerupai legalisasi yang diajarkan ayat di atas – pada hakikatnya tidak mempunyai kemampuan untuk menundukkan bumi dan segala isinya. Yang menundukkan yaitu Allah Swt untuk kepentingan manusia. Dari sini, insan harus menyadari kelemahannya, dan menyadari pula bahwa kalau bukan alasannya penundukkan Allah Swt yang maha perkasa itu, insan tidak akan bisa mengendalikan hewan yang ditungganginya. Dengan demikian, ide penaklukan insan terhadap alam tidak dikenal dengan aliran Islam. Ia hanya dikenal oleh mitos Yunani kuno yang beranggapan bahwa alam merupakan dewa-dewa yang sering kali menghalangi insan meraih manfaat, atau berusaha menimpakan peristiwa kepada mereka. Dan alasannya itu alam yaitu musuh yang harus ditaklukkan. Pandangan tersebut secara sadar atau tidak, dianut oleh sementara pemikir di Barat, bahkan tersurat dalam Perjanjian Lama.
Dengan ditunjukkannya ciptaan Allah Swt yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut, hendaknya insan mensyukuri nikmat Allah Swt yang tidak sanggup dihitung banyaknya. Seandainya air bahari dijadikan tinta untuk menulis nikmat Allah Swt hingga bahari itu kering, nikmat Allah Swt belum tertulis semuanya.