a. Pengertian Warisan.
Warisan dalam bahasa Arab disebut al-miras merupakan bentuk masdar (infinitif) dari kata warisa-yarisu-irsan- mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Adapun berdasarkan istilah, warisan yaitu berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada andal warisnya yang masih hidup, baik yang ditiggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i.
Definisi lain menyebutkan bahwa warisan yaitu perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang beserta akibat-akibat aturan dari simpulan hidup seseorang terhadap harta kekayaan.
1) orang mati, yang disebut pewaris atau yang mewariskan,
2) harta milik orang yang mati atau orang yang mati meninggalkan harta waris, dan
3) satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga dari orang yang mati, yang disebut sebagai andal waris.
b. Dasar Hukum Waris.
Sumber aturan ilmu mawaris yang paling utama yaitu al-Qur’an, kemudian As-Sunnah/hadits dan setelah itu ijma’ para ulama serta sebagian kecil hasil ijtihad para mujtahid.
1. Al-Qur’an.
Dalam Islam saling mewarisi di antara kaum muslimin hukumnya yaitu wajib berdasarkan al-Qur’an dan Hadis Rasulullah Saw. Banyak ayat al-Qur’an yang mengisyaratkan ihwal ketentuan pembagian harta warisan ini. Di antaranya firman Allah Swt.,
a. QS. an-Nisa’ ayat 7.
Artinya: “Bagi orang pria ada hak kepingan dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang perempuan ada hak kepingan (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak berdasarkan bahagian yang telah ditetapkan.” (QS. an-Nisa’ : 7)
“Allah mensyari’atkan bagimu ihwal (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan kalau anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; kalau anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, kalau yang meninggal itu memiliki anak; kalau orang yang meninggal tidak memiliki anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; kalau yang meninggal itu memiliki beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) setelah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kau tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih akrab (banyak) keuntungannya bagimu. Ini yaitu ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. an-Nisa’ : 11)
c. QS. an-Nisa’ ayat 12.
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, kalau mereka tidak memiliki anak. Jika isteri-isterimu itu memiliki anak, maka kau mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kau tinggalkan kalau kau tidak memiliki anak. Jika kau memiliki anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kau tinggalkan setelah dipenuhi wasiat yang kau buat atau (dan) setelah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik pria maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi memiliki seorang saudara pria (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi kalau saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, setelah dipenuhi wasiat yang dibentuk olehnya atau setelah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada andal waris). (Allah memutuskan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (QS. an-Nisa’ : 12)
d. QS. an-Nisa’ ayat 176.
“Mereka meminta aliran kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi aliran kepadamu ihwal kalalah (yaitu): kalau seorang meninggal dunia, dan ia tidak memiliki anak dan memiliki saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang pria mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), kalau ia tidak memiliki anak; tetapi kalau saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan kalau mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara pria sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah membuktikan (hukum ini) kepadamu, supaya kau tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. an-Nisa’ : 176)
e. QS. al-Ahzab ayat 4.
“Allah sekali-kali tidak menimbulkan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menimbulkan istri-istrimu yang kau zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menimbulkan belum dewasa angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah menyampaikan yang sebetulnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (QS. al-Ahzab : 4)
2. As-Sunnah.
a. Hadis dari Ibnu Mas’ud berikut:.
Ibnu Mas’ud pernah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku: Hendaklah kalian mencar ilmu ilmu, dan ajarkanlah kepada manusia, pelajarilah ilmu fara`idl dan ajarkanlah kepada manusia, pelajarilah Al Qur`an dan ajarkanlah kepada manusia, alasannya saya seorang yang akan dipanggil (wafat), dan ilmu senantiasa akan berkurang sedangkan kekacauan akan muncul sampai ada dua orang yang akan berselisih pendapat ihwal (wajib atau tidaknya) suatu kewajiban, dan keduanya tidak mendapat orang yang sanggup memutuskan antara keduanya.” (HR. ad-Darimi)
Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Bersabda Rasulullah Saw..: “Pelajarilah al-Qur’an dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al faraidh dan ajarkanlahia kepada manusia. Maka sesungguhnya saya ini insan yang akan mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir saja nanti akan terjadi dua orang yang berselisih ihwal pembagian harta warisan dan masalahnya; maka mereka berdua pun tidak menemukan seseorang yang memberitahukan pemecahan masalahnya kepada mereka”. (HR. Ahmad).
b. Hadis dari Abdullah bin ‘Amr.
Artinya:dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi saw. bersabda: “Ilmu itu ada tiga macam dan yang selain yang tiga macam itu sebagai perhiasan saja: ayat muhkamat, sunnah yang tiba dari Nabi dan faraidh yang adil”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Berdasarkan hadits di atas, maka mempelajari ilmu faraidh yaitu fardhu kifayah, artinya semua kaum muslimin akan berdosa kalau tidak ada sebagian dari mereka yang mempelajari ilmu faraidh dengan segala kesungguhan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal pengertian warisan, dasar-dasar aturan waris (mawaris) berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Kunjungilah selalu percetakanalquran.com semoga bermanfaat. Aamiin.