Percetakan Alquran – Meninggal Dunia dalam Keadaan Punya Utang Puasa menjadi salah satu hal yang sering dipertanyakan dalam Islam. Bagaimana status puasa yang belum sempat diganti? Apakah ahli waris wajib menunaikan qadha puasa untuk almarhum, atau ada cara lain untuk menggugurkan kewajiban tersebut?
Dalam Islam, jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki utang puasa, maka terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Artinya : “Barangsiapa yang meninggal dunia dan masih memiliki utang puasa, maka keluarga dekatnya (walaupun bukan ahli waris) dapat berpuasa menggantikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma juga menegaskan hal ini.
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apakah ia harus mengqadha puasa ibunya yang telah meninggal dalam keadaan masih memiliki utang puasa selama satu bulan.
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا فَقَالَ « لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكَ دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ عَنْهَا ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى»
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qadha’ puasanya atas nama dirinya?” Beliau lantas bersabda, “Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?” “Iya”, jawabnya. Beliau lalu bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Bukhari, no. 1953 dan Muslim, no. 1148).”
Jika seseorang tidak menjalankan puasa karena uzur (misalnya sakit), namun ia memiliki kesempatan untuk mengqadha puasanya setelah sembuh namun tidak sempat hingga meninggal dunia, maka keluarganya diperbolehkan untuk menggantikan puasanya.
Sebaliknya, jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha puasanya (karena sakit yang terus berlanjut hingga wafat), maka tidak ada kewajiban qadha maupun fidyah baginya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’, bahwa kewajiban tersebut gugur sebagaimana halnya ibadah haji yang tidak sempat dilaksanakan.
Baca Juga Artikel : Peristiwa Bersejarah di Bulan Syaban
Berdasarkan beberapa riwayat hadis, terdapat dua cara untuk menyelesaikan utang puasa bagi orang yang telah meninggal dunia:
Pendapat yang lebih kuat adalah yang pertama, yaitu mengqadha puasa atas nama orang yang telah meninggal dunia. Namun, jika tidak memungkinkan, maka membayar fidyah juga diperbolehkan.
Adapun dalam pelaksanaan fidyah, makanan yang diberikan sebaiknya sesuai dengan kebutuhan pokok masyarakat setempat. Syaikh Musthafa Al-Bugha dalam kitabnya At-Tadzhib menyebutkan bahwa ukuran fidyah saat ini tidak harus berpatokan pada makanan zaman dahulu seperti kurma atau gandum, melainkan bisa disesuaikan dengan makanan yang lazim dikonsumsi sehari-hari, seperti nasi atau roti.
Maka dapat disimpulkan, jika seseorang meninggal dunia dan masih memiliki utang puasa, maka keluarganya dapat menunaikan utangnya dengan cara mengqadha puasa atau membayar fidyah. Jika almarhum tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha puasanya sebelum meninggal, maka tidak ada kewajiban bagi keluarga untuk membayarkan fidyah atau menggantikannya dengan puasa. Wallahu a’lam.
Lihat Produk : Quran Pakai Nama
Penerbit Jabal menyediakan berbagai pilihan mushaf Al-Quran berkualitas, termasuk Al-Quran hafalan, tajwid, dan terjemahan yang dapat membantu Anda semakin dekat dengan Allah.
Dapatkan pengalaman membaca Al-Quran yang unik dan personal dengan Quran kustom dari Penerbit Jabal!
Informasi dan Pemesanan :
Tambah Wawasan Dari Artikel Terbaru Kami :