A. Ayat Al-Qur’an Tentang Kejujuran.
1. Al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 8.
Yaa ayyuhaa ladziina aamanuu kuunuu qawwaamiina lillaahi syuhadaa-a bilqisthi walaa yajrimannakum syanaaanu qawmin ‘alaa laa ta’diluu i’diluu huwa aqrabu littaqwaa wattaquu laaha inna laaha khabiirun bimaa ta’maluun
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kau sebagai penegak keadilan lantaran Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih bersahabat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kau kerjakan.” (QS. al-Maidah : 8)
Ayat ini memerintahkan kepada orang mukmin biar melaksanakan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat, jujur, dan lapang dada lantaran Allah Swt., baik pekerjaan yang bertalian dengan urusan agama maupun pekerjaan yang bertalian dengan urusan kehidupan duniawi. Karena hanya dengan demikianlah mereka sanggup sukses dan memperoleh hasil jawaban yang mereka harapkan. Dalam persaksian, mereka harus adil membuktikan apa yang sebenarnya, tanpa memandang siapa orangnya, sekalipun akan menguntungkan lawan dan merugikan sahabat dan kerabatnya sendiri.
Ayat ini seirama dengan Q.S. an-Nisa/4:153, yaitu sama-sama membuktikan perihal seorang yang berlaku adil dan jujur dalam persaksian. Perbedaannya ialah dalam ayat tersebut diterangkan kewajiban berlaku adil dan jujur dalam persaksian walaupun kesaksian itu akan merugikan diri sendiri, ibu, bapak, dan kerabat. Selanjutnya, dalam ayat ini diterangkan bahwa kebencian terhadap sesuatu kaum dihentikan mendorong seseorang untuk memperlihatkan persaksian yang tidak adil dan tidak jujur, walaupun terhadap lawan.
2. Al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 119.
Yaa ayyuhaa ladziina aamanuu ittaquu laaha wakuunuu ma’a shshaadiqiin
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah Swt., dan bersamalah kau dengan orang-orang yang benar.” (QS. at-Taubah : 119)
Dalam ayat ini, Allah Swt. memperlihatkan seruan-Nya dan memperlihatkan bimbingan kepada orang-orang yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya. Mereka dibutuhkan tetap dalam ketakwaan serta mengharapkan rida-Nya, dengan cara menunaikan segala kewajiban yang telah ditetapkan-Nya, dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukan-Nya, dan hendaklah senantiasa bersama orang-orang yang benar dan jujur, mengikuti ketakwaan, kebenaran dan kejujuran mereka. Dan jangan bergabung kepada kaum munafik, yang selalu menutupi kemunafikan mereka dengan kata-kata dan perbuatan bohong serta ditambah pula dengan sumpah palsu dan alasan-alasan yang tidak benar.
B. Hadis Tentang Kejujuran.
1. Hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah ra., Rasulullah Saw. bersabda, “Hendaklah kau berlaku jujur lantaran kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan sesantiasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta lantaran kedustaan menuntunmu pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai pendusta.” (HR. Muslim)
Dalam sebuah hadis panjang yang berasal dari Syihab diceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. akan melaksanakan gazwah (penyerangan) ke Tabuk untuk menyerang tentara Romawi dan orang-orang Nasrani di Syam, salah seorang sahabat yang berjulukan Ka’ab bin Malik bolos dari pasukan perang. Ka’ab menceritakan bahwa mangkirnya ia dari peperangan tersebut bukan lantaran sakit ataupun ada suatu dilema tertentu. Menurutnya, hari itu justru ia sedang dalam kondisi prima dan lebih prima dari hari-hari sebelumnya. Tetapi entah mengapa ia merasa enggan untuk bergabung bersama pasukan Rasulullah Saw. hingga hasilnya ia ditinggalkan oleh pasukan Rasulullah Saw.
Sekembalinya pasukan Rasulullah Saw. ke Madinah, ia pun bergegas menemui Rasulullah Saw. dan berkata jujur perihal apa yang ia lakukan. Akibatnya, Rasul menjadi murka, begitu pula sahabat-sahabat lainnya. Ia pun dikucilkan bahkan diperlakukan ibarat bukan orang Islam, sampai-sampai Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk berpisah dengan istrinya. Setelah lima puluh hari berselang, turunlah wahyu kepada Rasulullah Saw. yang menjelaskan bahwa Allah Swt. telah mendapatkan taubat Ka’ab dan dua orang lainnya. Allah Swt. Benar benar telah mendapatkan taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Ansar yang mengikutinya dalam saat-saat sulit sesudah hingga saja hati sebagian mereka bermasalah. Kemudian, Allah Swt. mendapatkan taubat mereka dan taubat tiga orang yang bolos dari jihad sampai-sampai mereka merasa sumpek dan menderita. Sesungguhnya Allah Swt. Maha Pengasih dan Penyayang.
Ketika ia diberi kabar bangga bahwa Allah Swt. telah mendapatkan taubatnya, dan Rasulullah Saw. telah memaafkannya, Ka’ab berkata, “Demi Allah Swt. tidak ada nikmat terbesar dari Allah Swt. sesudah nikmat hidayah Islam selain kejujuranku kepada Rasulullah Saw. dan ketidak bohonganku kepada beliau, sehingga saya tidak binasa ibarat orang-orang yang berdusta, sesungguhnya Allah Swt. berkata perihal mereka yang berdusta dengan seburuk-buruk perkataan.”