Penafsiran al-Qur`an pada masa Sahabat
a. Kondisi Penafsiran pada masa Sahabat.
Sahabat yaitu generasi terbaik. Mereka bertemu eksklusif dengan Nabi Saw, menyaksikan insiden yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat dan keterkaitan turunnya sebuah ayat dengan ayat yang lain. Mereka memiliki kedalaman pengetahuan dari segi bahasa yang dipakai ketika itu, kejernihan pemahaman, kuatnya keyakinan apalagi ketika mereka telah melaksanakan ijma’ dalam suatu penafsiran.
Para Sahabat yang populer banyak menafsirkan al-Qur`an yaitu Khalifah yang empat, Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al-‘Asy’ari, ‘Abdullah bin Zubair, Anas bin Malik, Abdullah bin ‘Umar, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin ‘Amr bin ‘As dan ‘Aisyah.
Ibn ‘Abbas yaitu Sahabat yang paling banyak dan paling dalam pengetahuannya mengenai penafsiran al-Qur`an. Beliau digelari turjuman al-Qur’an (penafsir al Qur`an) Rasulullah pernah mendoakan dia dengan:
“Ya Allah, berikanlah pemahaman keagamaan kepadanya (Ibn ‘Abbas) dan ajarkanlah tafsir kepadanya.”
b. Ciri-ciri penafsiran pada masa sahabat.
Penafsiran pada masa sobat memiliki ciri-ciri ibarat berikut:
1) Tidak semua ditafsirkan alasannya yaitu mereka paham bahasa Arab.
2) Jarangnya perselisihan dalam memahami makna.
3) Sering merasa cukup dengan makna umum, tidak diperinci lagi.
4) Menerangkan dengan bahasa yang sepadan.
5) Jarang mengambil kesimpulan dari fiqih.
6) Kitab tafsir belum dibukukan, penafsiran ayat-ayat al-Qur`an terdapat dalam kitab Hadis.
c. Sebab terjadinya perbedaan pemahaman al-Qur`an di kalangan Sahabat.
Di samping perbedaan tingkatan pengetahuan serta kecerdasan para Sahabat, perbedaan pemahaman ayat-ayat al-Qur`an para Sahabat dipengaruhi oleh:
1) Pengetahuan berbahasa Arab mereka, ibarat pengetahuan wacana sastra Arab, gaya bahasa, susila istiadat dan sastra Arab Jahiliyah.
2) Sering tidaknya mendampingi nabi Muhammad Saw.
3) Perbedaan pengetahuan mereka wacana bagaimana orang-orang Yahudi dan Kristen di Jazirah Arab pada ketika ayat al-Qur`an diturunkan. Sebab turunnya ayat ada yang berafiliasi dengan penolakan atau sanggahan terhadap mereka.
1. Sejarah Penafsiran al-Qur`an pada Masa Nabi Muhammad Saw
2. Sejarah Tafsir al-Qur`an pada Masa Tabi’in dan Masa Tadwin (Pembukuan Kitab Tafsir)
d. Sumber Penafsiran Sahabat.
1) Periwayatan Rasulullah (Hadis)
Semasa hidupnya, Rasulullah Saw. eksklusif menjelaskan dan menjadi daerah bertanya Sahabat wacana arti dan kandungan al-Qur`an. Penjelasan Rasul tersebut terus dijadikan fatwa untuk menafsirkan al-Qur`an, baik klarifikasi dia yang bersumber dari al-Qur`an itu sendiri maupun dari pendapat dia sendiri.
2) Ijtihad Sahabat.
Rujukan penafsiran Sahabat yaitu bahasa Arab dan syair-syairnya. Diantara misalnya yaitu ketika ‘Umar bin al-Khattab bertanya wacana arti َخَوُّفٍ dalam QS. an-Nahl [16] :47:
“Atau Allah meng-azab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka bahwasanya Tuhanmu yaitu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Pertanyaan ‘Umar bin Khattab dijawab oleh seseorang dari kabilah Huzail. Ia menjelaskan bahwa artinya yaitu “pengurangan”. Arti ini berdasarkan penggunaan bahasa yang dibuktikan dengan syair pra- Islam. Umar bin Khattab ketika itu puas dan menganjurkan untuk mempelajari syair- syair pra-Islam guna memahami al Qur`an. Contoh lain yaitu klarifikasi Ibn ‘Abbas wacana kalimat مَا ظَهَرَ مِنْهَا dalam QS. an-Nur [24] ayat 31:
Katakanlah kepada perempuan yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya….”.
Ibn ‘Abbas menafsirkan bahwa “yang (biasa) tampak” itu yaitu “wajah, kedua telapak tangan dan cincin”
3) Isra`iliyyat.
Kata isra`iliyyat merupakan bentuk jama’ dari kata tunggal “isra`il” yang merupakan kata yang dinisbahkan pada kata isra’il berasal dari bahasa Ibrani. Secara terminologi “isra`iliyyat” merupakan semua kisah yang bersumber dari para andal kitab Yahudi dan Kristen yang masuk ke dalam penafsiran. Setelah beberapa ilmuwan Yahudi memeluk Islam kisah-kisah dari kitab-kitab Bani Israil mulai menyebar di kalangan kaum muslimin.
Diantara mereka yaitu Abdullah bin Salam, Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, ‘Abdul Malik bin ’Abdul ‘Azis bin Juraij. Sebagian mufassirin mengutip isra`iliyyat ini ke dalam kitab tafsir mereka.
Secara garis besar informasi isra`iliyyat terbagi menjadi tiga yaitu:
a). Berita yang sesuai dengan syariat Islam, maka sanggup diterima.
Contohnya: apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan juga perawi yang lainnya dari Ibnu Mas’ud ra. dia berkata: “telah tiba seorang pendeta kepada Rasulullah Saw. Kemudian dia berkata: “Ya Muhammad bahwasanya kami mendapati bahwa Allah mengakibatkan langit dengan satu jari, mengakibatkan bumi dengan satu jari, mengakibatkan pohon dengan satu jari, mengakibatkan air dan kekayaan dengan satu jari dan mengakibatkan seluruh makhluk dengan satu jari, kemudian Dia berkata: “aku yaitu penguasa (Raja). Maka Rasulullah Saw.. tertawa hingga terlihat gigi geraham dia membenarkan perkataan pendeta itu”.
b) Berita yang bertentangan dengan syariat Islam, maka harus ditolak.
Contohnya: Riwayat yang menyampaikan bahwa makhluk yang pertama kali diciptakan Tuhan yaitu pena (al-Qalam). Setelah pena itu tercipta, terjadilah obrolan antaranya dengan Tuhan. “Tulislah”. “Apa yang harus saya tulis?”. “Tulis Sesukamu”.
Riwayat ini berdasarkan Bakr bin Ismail yaitu sangat munkar dan rawinya pendusta. Riwayat ini ada di dalam kitab Tafsir at-Tabari ketika menafsirkan QS. al-Qalam [68]: 1.
Contoh lain dari isra`iliyyat yang ditolak yaitu apa yang dinisbatkan orangorang Yahudi kepada Nabi Harun as. dalam kitab Safrul Khuruj bahwa dialah yang membuat anak sapi jantan untuk Bani Israil dan mengajak mereka untuk menyembahnya, juga wacana apa yang mereka nisbatkan kepada Allah Swt. membuat langit dan bumi dalam enam hari, Ia merasa letih kemudian istirahat pada hari ke tujuh, yaitu hari Sabtu.
c. Berita yang didiamkan, tidak diterima dan tidak ditolak, hanya dijadikan wacana.
Berdasarkan apa yang diriwatkan oleh imam al-Bukhari dari Abu Hurairah RA, dia berkata: “Ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka menafsirkannya dengan Bahasa Arab kepada pemeluk Islam, maka Rasulullah Saw.. bersabda: “Janganlah kau membenarkan andal kitab dan jangan pula mendustakan mereka.”